Perjalanan Tanpa Batas

By. Ratna Jumpa
Travelling sudah menjadi bahagian hidup kami, kalau sudah musim liburan hal yang paling kami idam idamkan adalah jalan jalan. Baik itu liburan semester, hari raya, atau akhir tahun, bahkan libur pendekpun kami manfaatkan dengan jalan jalan.

Jalan jalannya tidak perlu mewah dan juga tidak membutuhkan biaya besar, cukup sekedar melepas kepenatan serta dapat menghirup udara segar saja sudah cukup bagi kami.

Beruntung hobby kami sama, kebersamaan tak perlu mewah, yang terpenting bisa dinikmati dan di syukuri, sangat membahagiakan bagi kami.

Anak anak kami sudah besar, mereka tidak mau lagi kalau di ajak jalan jalan, mereka lebih milih jalan dengan kawannya. Jadi kami berkesempatan pergi berdua saja.

Empat tahun yang lalu kami pernah memanfaatkan liburan lebaran haji dengan berkeliling aceh medan via jalan barat selatan.

Tidak ada perencanaan sama sekali. Waktu itu lebaran ketiga, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh siang, kami merasa bosan di rumah, orang orang rumah sudah pergi bersilaturrahmi.
Lalu kami memutuskan untuk mandi dan bersiap siap untuk sekedar jalan jalan.

Suami memarkirkan mobil di halaman depan, lalu kami memilih jalan dengan naik sepeda motor dan pergi menuju arah Tangse. Kebetulan kalau lebaran kedua dan ketiga orang orang rame yang berkunjung ke daerah ini, karena suasana masih sangat alami, dengan pemandangan alam yang indah, persawahan yang hijau, gunung gunung yang menjulang tinggi dengan aliran sungai yang masih jernih.
Masyarakat banyak yang memamfaatkan liburan ke wilayah ini. Jalanan sangat ramai, ada yang memakai sepeda motor, mobil pribadi maupun mobil penumpang.

Suami terus melajukan motor maticnya, sesampai di kide tangse kami membeli dua bungkus nasi sebagai bekal makan siang. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke arah geumpang.

Lewat krueng meuriam kami menghentikan motor di pinggir sungai. Lalu kami membuka bekal yang kami beli tadi. Kami makan bersama sambil melihat anak anak mandi di sungai dengan ceria.

Setelah makan kamipun melanjutkan perjalanan kembali. Setelah melewati mane dan gempang kami terus melaju ke arah meulaboh, kami berhenti sejenak di kubu aneuk manyak. Kami membaca sejarah tentang kisah dan sejarah kubu aneuk manyak yang tertulis di planplet.

Daerah Kubu aneuk manyak lokasi yang rawan longsor, perbatasan antara kab. Pidie dengan Aceh Barat. Setelah kubu Aneuk Manyak tidak ada lagi pemukiman penduduk yang ada hanya jalan naik turun, berliku dengan tebing, jurang dan penggunungan tinggi.

Kami melewati jalan Geumpang Meulaboh dengan motor kami. Hanya satu dua mobil yang berpapasan dengan kami. Perjalanan kami semakin jauh, kami bagaikan terbang di atas awan, yang kami lihat hanya ada hutan, gunung, awan dan jurang.

Menjelang Magrib kami tiba di kota Meulaboh. Punggung mulai letih dan perut kami minta di isi, lalu kami beristirahat sebentar sambil mencari warung untuk makan. Perjalanan dari Keumala Meulaboh membutuhkan waktu sekitar enam jam.

Next....














Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR DI TENGAH PANDEMI COVID 19

Kejutan Hadiah PGRI

Belajar menulis Artikel